Iwan Fals : Kopi Manis Kopi Pahit
"Ini awalnya jatuh cintanya Azi (vokalis Blackout), tentang perempuan cantik, kemudian Tuhan adalah segala-galanya. Saya menangkapnya ini ada unsur alam, unsur Tuhan dan manusia lain. Rupanya unsur itu ada di kita. Bagaimana mau menggambarkan cinta dan keindahan kalau tidak ada unsur Tuhan. Cantik itu apa sih kalau enggak ada unsur Tuhan," papar Iwan Fals.
Iwan Fals menambahkan bahwa lagu ini bisa mengingatkan dirinya serta orang-orang lain bahwa mereka tak hidup sendiri. Lagu ini menurut Iwan sangat pas dengan isu akan toleransi yang terjadi di Indonesia yang tengah bergejolak.
"Ini semata karena kebutuhan saja karena manusia sudah mulai melupakan alam, dan kabar terakhir adalah penguasa yang membantai rakyatnya. Pesisir kita juga sudah mulai naik permukaan airnya. Cikeusik juga gimana orang dibantai dengan teriak Allahu Akbar. Tapi mungkin dengan sentuhan Azizi dan Blackout mungkin ada tawaran yang tidak perlu membantai rakyatnya," terang Iwan.
Azizi juga setuju dengan apa yang dijabarkan oleh Iwan Fals. Menurutnya beberapa bait liriknya jika ditilik lebih dalam sangat berkorelasi.
"Dari kata-kata di mana pun aku ada dimana mana pun kamu ada. Ya itu berhubungan," ujar Azizi.
Lebih lanjut Iwan mengatakan bahwa dia mempunyai kewajiban menyampaikan apa yang ia rasakan tanpa menghilangkan pemikiran awalnya. Menurut Iwan ada beberapa part yang tak boleh dihilangkan.
"Cintanya Azizi tentang keindahan perempuan itu jangan hilang, itu harus tetap ada. Dan alhamdulillah banget kalau lagu itu bisa ditafsirkan macam-macam. Satu kesatuan Ketuhanan itu enggak bisa lepas. Gimana kita mau ngomong indah cantik, apa itu? Mungkin mikroskop enggak bisa nangkap, makanya ada jutaan lagu cinta. Ini kesempatan saya buat menangkap," tukasnya.
"Ya harusnya ya (operet dan teater bisa jadi tujuan wisata). Selain kenal budaya dan sejarah, keindahan seni. Medianya bisa macam-macam. Ada peristiwa ini ya bagus. Kan, jadi bagian yang harus dikembangkan. Ya baguslah. Bagaimana pariwisata bisa mengemas ini. Jangan hanya nempel aja tapi ya. Tapi kalo pariwisatanya cuma nempel ke pertunjukan ya sulit juga," tutur Iwan Fals ditemui di hotel Grand Kemang Jakarta Selatan usai konferensi pers Opera Diponegoro, Kamis (03/11).
Dengan kreativitas, pihak yang bergerak di bidang pariwisata harusnya bisa mengemas pertunjukan yang ada dengan lebih cerdas. Kini Iwan Fals untuk pertama kalinya menjajal akting di dunia teater.
Dalam Opera Diponegoro tersebut peran penting disandang Iwan yaitu sebagai seorang dalang. Musisi ini dituntut bisa memainkan karakter yang berbeda, dan berpindah dari satu sosok ke sosok lain dengan luwes.
"Oh iya karena memang membawakannya beda. Tiba-tiba saya harus jadi Jenderal De Coc. Tiba-tiba jadi Ratu Kidul, jadi bayangan Ratu Adil. Gimana itu, ya kan. Saya yang mengabarkan catatan itu. Saya percaya di dalam diri saya ada kemampuan itu. Saya nggak mau tergoda dengan imajinasi-imajinasi itu," tandasnya
"Energi hidup WS Rendra sangat besar sekali. Dia tidak pernah mengeluh, selalu tertawa. Pernah suatu ketika saya loyo, Rendra mengingatkan saya bahwa masalah itu untuk dihadapi bukan dihindari. Pokoknya setiap bertemu dengannya selalu membuat saya semangat," terangnya.
Iwan mengaku tak hanya dirinya saja yang kehilangan Rendra, namun seluruh bangsa merasa kehilangan sosok penyair ini..
"Bukan cuma saya, bangsa Indonesia ini kehilangan sosok Rendra. Dia yang selalu bisa menggandeng semua pihak," jelasnya.
Keberanian Iwan Fals menuang lirik dalam lagu-lagunya juga dipengaruhi oleh Si Burung Merak. "Dia yang membuat saya yakin menulis dengan menuangkan semua perasaan saya tanpa ada rasa takut. Tahu-tahu begitu nulis coretan saya jadi panjang," kenangnya.
Selain dalam hal musik, rekan dalam satu grup Kantata Takwa itu, juga mengajarkan Iwan sebagai pelukis. Iwan mengatakan jika Rendra bisa menebak aliran yang ia lukiskan.
"Saya itu baru mulai menggambar sudah ditebak sama Rendra aliran saya pasti ekspresif, dan itu benar. Padahal ibu saya saja tidak bisa menebak itu. Dia bisa membaca orang dengan baik," tegasnya.
Djodi mengungkapkan bahwa tak ada perbedaan antara konser 20 tahun yang lalu dengan sekarang. Namun ada perubahan dari nama band yang dulu Kantata Takwa menjadi Kantata Barock.
"20 tahun yang lalu sama sekarang sama aja. Dulu kita jadi aktivis. 20 tahun yang lalu kita di GBK. Jadi kita kembali secara singkat dari Kantata Takwa jadi Kantata Barock. Setiap orang ingin perubahan. Kami bukan hanya ingin menghibur tapi juga berjuang jadi gak ada banyak perubahan. Domain kita tetap perjuangan," paparnya yang diimbuhi oleh Iwan Fals.
"Ini bukan berarti gak ada perubahan. Kita tetap setia dengan apa yang kami pilih," imbuhnya saat dijumpai di preskon persiapan konser Kantata Barock di kediaman Setiawan Djodi, Kemanggisan, Jakarta Barat, Rabu (7/12).
Rasa senang tak hanya dirasakan oleh Djodi dan Iwan Fals saja Sawung Jabo mengaku tertarik saat ditawari untuk konser ini. Dia merasa berterima kasih karena teman-temannya masih mempercayainya untuk tampil bersama. Sebelumnya Sawung mengaku sempat tidak tertarik untuk bergabung di reuni Kantata.
"Saya tertarik dengan ini. Tapi soal reuni Kantata pernah bicara, saya tidak tertarik. Ini adalah memperjuangkan sesuatu yang belum selesai sebenarnya. Kebetulan saya dipilih untuk mereka, terima kasih untuk kepercayaan yang besar. Ini semua membuahkan kepercayaan diri saya," tukasnya,
Sumber:Kapanlagi.com
Dua dua Januari tidak sendiri... Aku berteman iblis yang baik hati...
Ingin kuludahi mukamu yang cantik... Agar kau mengerti bahwa kau memang cantik... Ingin kucongkel keluar indah matamu... Agar engkau tahu memang indah matamu...
Kuberikan padamu setangkai kembang pete... Tanda cinta abadi namun kere... Kuberikan untukmu sebuah batu akik... Tanda sayang batin yang tercekik...
Tak terasa seminggu... Rakus kulumat bibirmu... Tak terasa seminggu... Tak bosan kau minta itu...
Seperti biasa aku tak sanggup berjanji... Hanya mampu katakan aku cinta kau saat ini... Entah esok hari... Entah lusa nanti... Entah...
Wajah cukup lumayan dapat poin enam... Kalau nona berjalan rembulan pun padam...
Buku ini aku pinjam... Kan kutulis sajak indah... Hanya untukmu seorang... Tentang mimpi mimpi malam
Oh oh ya andaikata dana perang buat diriku... Tentu kau mau singgah bukan cuma tersenyum...
Tak aku pungkiri aku suka wanita... Sebab aku laki laki masa suka pria...
Sebelum terbentuk dengan nama Kantata Barock, almarhum WS Rendra pernah meminta teman-teman membentuk kembali Kantata dengan nama Kantata Samudra. Kemudian Iwan menulis lagu yang berjudul Ombak.
“WS Rendra pernah berpesan kepada kami untuk membuat Kantata lagi namanya Kantata Samudra, kami latihan di bengkel teater, dan Rendra pernah berpesan untuk jaga laut kita,” ucap seorang pentolan grup musik Kantata Barock, Iwan Virgiawan Listanto alias Iwan Fals, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Lantaran menurut Iwan, Indonesia dari Sabang sampai Merauke dikelilingi lautan yang terbentang luas. Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang begitu luas dan harus dijaga bangsa Indonesia.
“Saya jadi bingung ikan kita kan berlimpah, tapi kenapa harga ikan mahal. Lalu kalau harga ikan mahal, ‘kan seharusnya para nelayan kita kan kaya ya, tapi kok kenapa miskin ya?” singgung Iwan.
Iwan juga menjelaskan, sebetulnya laut memberikan oksigen lebih banyak dan yang kedua oleh hutan. Disebutkan pula aksi panggung bersama Setiawan Djody dan Sawung Jabo itu merupakan sebuah penghargaan bagi sahabatnya, yakni almarhum WS Rendra. Penyair dan budayawan itu juga pernah tergabung dalam Kantata Takwa dalam perjuangannya selama menyuarakan keadilan.
“Setelah 21 tahun akhirnya kita berkumpul lagi disini, dan ini merupakan penghargaan untuk sahabat kita WS Rendra,” pungkas pria yang memiliki penggemar OI Fals Mania ini.
2. Sebelum album ‘Sarjana Muda’ (1981), Iwan Fals sebenarnya sudah pernah rilis beberapa album. Tetapi sekarang tidak ada satupun yang bisa ditemukan di record store. Semuanya jadi collector item yang diburu para penggemar fanatiknya. Karya-karya yang musik dan liriknya sangat sederhana tersebar dibeberapa album yaitu ‘Yang Muda Yang Bercanda’, ‘Canda Dalam Nada’, ‘Canda Dalam Ronda’, ‘Perjalanan’ dan ‘Tiga Bulan’. Bisa dihitung hanya beberapa yang masih memiliki dan merawat album-album ini.
3. Lagu ‘Kemesraan’ adalah karya dari Franky dan Jhony Sahilatua yang pada awalnya dinyanyikan oleh duet legendaris Franky & Jane. Namun pada masa itu lagu ini tidak terlalu populer. Kemudian Iwan Fals ditawari untuk menyanyikan kembali bersama Titiek Hamzah. Lagi-lagi karya ini tidak terlalu dikenal. Baru kemudian pada tahun 1988 lagu ini dinyanyikan bersama-sama penyanyi lain yang tergabung dalam Musica Studio seperti Chrisye (alm), Rafika Duri, Betharia Sonata dan sebagainya dan menjadi lagu yang populer dan legendaris. Lagu Kemesraan versi terakhir ini adalah titik awal populernya lagu gaya ‘keroyokan’ di Indonesia yang saat itu memang sedang menjadi trend. Karya ini sampai sekarang menjadi lagu ‘wajib’ perkumpulan ibu-ibu atau acara seremonial lainnya.
4. Iwan Fals pernah membuat lagu berjudul ‘Anissa’ yang intinya bercerita tentang kelahiran putri keduanya (Anissa Cikal Rambu Bassae) dimana banyak peristiwa yang terjadi selama masih didalam kandungan. Sedianya lagu ini masuk dalam album ‘Aku Sayang Kamu’ pada tahun 1986. Namun tidak jadi dimasukkan dengan alasan pihak recording (Musica Studio) tidak mau mengambil resiko menampilkan lagu dengan lirik yang keras. Kalau kita baca sampul album ‘Aku Sayang Kamu’, pada bagian penata musik terdapat kata-kata Anissa namun lagu ini tidak pernah ada. Lagu ini sempat diputar di radio tetapi hanya sebentar. Beberapa fans fanatik beruntung bisa mendapat rekamannya dan menjadikan koleksi yang berharga.
5. Iwan Fals pernah mengusulkan nama ‘Septiktank’ sebagai nama grup band yang akan dibentuk pada tahun 1989 bersama Jabo, Yockie, Naniel, Nanoe, Innisisri, Totok Tewel dan Tatas. Namun beberapa personil menolaknya sehingga dilakukan lotere. Dan terpilihlah nama ‘Swami’ yang merupakan usulan dari Jabo. Ini plesetan dari kata ‘suami’ karena mereka semua sudah beristri. Nama Swami dan Iwan Fals tidak bisa dilepaskan dan melahirkan single hits yang begitu fenomenal sepanjang masa yaitu lagu ‘Bento’.
6. Pitat Haeng, sebuah nama yang mungkin asing ditelinga kita. Tapi tahukah anda, nama ini adalah nama samaran yang digunakan Iwan Fals. Nama ini dipakainya ketika menciptakan lagu yang cukup terkenal di era 90-an berjudul ‘Pak Tua’ untuk Elpamas sebuah grup band, dan pernah digunakan ketika membantu album ‘Bukan Debu Jalanan’ (1991) milik Sawung Jabo. “Pitat Haeng itu bahasa slengnya Jogja untuk Iwan Fals. Pitat itu Iwan, Haeng itu Fals. Dia pake nama itu karena nggak mau orang lain membeli album saya karena ada namanya. Dia punya pikiran yang baek”, kata Jabo. Iwan Fals suka membuat karya untuk orang lain dengan nama samaran. Dan kemungkinan masih ada beberapa nama yang belum pernah diketahui.
7. Album ‘Cikal’ (1991) adalah salah satu album solo paling dahsyat dalam sejarah karir Iwan Fals. One of Iwan Fals’s loose albums. Terdapat sentuhan jazz dalam beberapa lagu seperti ‘Proyek 13’ dan ‘Cendrawasih’. Kemampuan Iwan Fals menulis lirik disini benar-benar mengagumkan. Album ini hanyalah sebagian dari kejeniusan seorang Iwan Fals. Ini adalah album dimana Iwan Fals menanggalkan bayang-bayang Bob Dylan, dan dia melakukan dengan sempurna.
8. Album ‘Hijau’ adalah album Iwan Fals yang ‘melawan arus’. Namun album yang keluar pada tahun 1992 ini sangat istimewa, baik pengerjaan musik, lirik, maupun kisah dibalik prosesnya. Iwan Fals sempat akan membakar master album ini sebelum diproduksi. Alasannya Iwan Fals merasa tersinggung albumnya ditawar-tawar oleh dua produser dari Harpa Record dan Prosound yang bersaing ketat membeli master album ini. Setelah album ‘1910’ (1988), Iwan Fals tidak dikontrak lagi dengan Musica Studio. Akhirnya master album ini dibeli oleh Prosound seharga Rp.365 juta termasuk sampul yang dibuat Dik Doang dan video klip. Bayangkan nilai segitu pada 1992. Sayangnya album yang mengusung musik kontemporer berkualitas tinggi ini tidak terlalu laku. Bukan album yang mudah dikonsumsi telinga pendengar biasa. Dan lebih tepatnya bisa dibilang hanya yang mengerti musik yang bisa mengatakan album ini luar biasa.
9. Iwan Fals hanya membutuhkan gitar akustik dan harmonika untuk menghasilkan sebuah album yang mengagumkan dan luar biasa. Pada album ‘Belum Ada Judul’ (1992) dia kembali ke gaya awal. Walaupun karya Iwan Fals di album ini mengingatkan kembali pada karya-karya Bob Dylan, terutama tiupan harmonikanya, tetap saja kalau bicara soal album akustik ini adalah karya Iwan Fals yang paling maksimal dari yang pernah ada. Album ini direkam secara live hanya selama 6 (enam) jam.
10. Iwan Fals kembali mengusulkan nama nyeleneh untuk grup band barunya. Ia pernah mengusulkan nama ‘Duda’ untuk band yang formasinya tidak jauh beda dengan grup ‘Swami’ yang telah lama vakum. Namun usul itu ditolak, dan akhirnya sepakat menggunakan nama ‘Dalbo’ yang berarti anak genderuwo. Album ini meluncur pada tahun 1993.
11. Kalau diperhatikan, beberapa tahun terakhir ini kita tidak pernah mengetahui apa merk gitar atau alat musik lainnya yang digunakan oleh Iwan Fals juga musisi pendukung dalam setiap konsernya. Semua merk atau logo baik yang ada di alat musik dan sound system selalu ditutupi atau dihilangkan. Hal yang sama juga berlaku pada background panggung yang bersih dari sponsor.
12. Album ‘Manusia Setengah Dewa’ (2004) adalah sebuah album akustik Iwan Fals yang mengingatkan kembali kepada album ‘Belum Ada Judul’ (1992). Album ini sempat mendapat protes karena tampilan gambar di covernya. Album ini dikerjakan secara live dan memakan waktu 2 (dua) bulan. Yang menarik disini adalah, setelah proses rekaman sudah final dan siap diproduksi, Iwan Fals baru sadar kalau dia lupa memainkan harmonika. Untuk mengulang lagi jelas memakan waktu, akhirnya album ini total hanya menampilkan permainan gitar akustik Iwan Fals.
Logo Oi memiliki format standar. Dalam beberapa kesempatan sering ditemui logo Oi yang tidak standar. Format standar logo Oi dapat diklik pada gambar logo Oi untuk memperbesar.
Lantas bagaimana sejarah logo Oi hingga tercipta? Siapa sebenarnya pembuatnya? Berikut paparannya.
SEJARAH LOGO Oi
Lomba Desain Logo Oi yang diselenggarakan oleh Yayasan Orang Indonesia (YOI) diikuti ratusan peserta Silaturahmi Nasional Oi 1999 di Desa Leuwinanggung No 19, Cimanggis, Depok, Jawa Barat (Kediaman Iwan Fals) pada hari Minggu (15/8/1999) dan Senin (16/8/1999). Setiap peserta maksimal membawa 2 buah karya logo Oi.
Dalam Lomba Desain Logo Oi terpilih 2 Logo Oi karya HiO Ariyanto dari Oi Bento House Solo sebagai Juara I dan II. Penentuan pemenang Lomba Logo Oi sebagai Juara I dan II ditentukan oleh para peserta Peserta Silaturahmi Nasional Oi 1999 melalui polling dan pemilihan oleh semua peserta Silaturahmi Nasional Oi 1999.
Logo Oi karya HiO Ariyanto yang mendapat Juara I, mulai 16 Agustus 1999 (bertepatan dengan Hari Jadi Oi) dipergunakan sebagai logo resmi Organisasi Penggemar Iwan Fals atau biasa disebut Oi. Selain itu, dalam Silaturahmi Nasional Oi 1999 Lagu “Oi” karya Digo Dzulkifli dari Oi Bandung terpilih sebagai Pemenang Lomba Cipta Lagu Mars Oi. Dan ditetapkan sebagai Lagu Mars Oi.
Nama lengkap Virgiawan Listanto. Lahir di Jakarta, 3 September 1961, dan menjadi penyanyi beraliran balada dan country yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia. Ia juga dikenal sebagai ‘wakil rakyat’ yang lantang menyuarakan seruan hati para wong cilik. Sepanjang karirnya selama kurang lebih 20 tahun di dunia musik ia telah terbukti memiliki kelompok penggemar khusus yang dekat dengan kemiskinan, ketidakadilan dan pengangguran. Lagu-lagunya kerap dihubungkan dengan protes-protes sosial seperti pernah terkenal lewat Oemar Bakrie (1981) dan Bento (1991).
Lewat lagu-lagunya, ia pun 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia di akhir tahun 1970-an hingga sekarang, serta kehidupan dunia pada umumnya, dan kehidupan itu sendiri. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Namun demikian, Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya sendiri, tetapi juga lagu dari sejumlah pencipta lain.
Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Tidak heran, ia sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olahraga.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar di seluruh Nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan 'Oi'. Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang, kantor cabang Oi dapat ditemui di setiap penjuru Nusantara, bahkan sampai ke mancanegara.
Nama lengkap penyanyi yang juga pengusaha dan konglomerat ini adalah KPH Salahuddin Setiawan Djody Nur Hadiningrat. Lahir di Solo, 13 Maret 1949 dengan pendidikan dari Universitas Wharton 1974 dan S-2 Filsafat dari Universitas California.
Djody dikenal sebagai musisi kenamaan yang terkenal lewat grup musik SWAMI pada 1989. Tahun 1990, personel SWAMI yakni Iwan Fals, Sawung Jabo, Inisisri, Jockie Suryoprayogo dan Totok Tewel serta WS Rendra dan Kelompok Bengkel Teater membentuk band baru lagi yang bernama Kantata Takwa. Kantata Takwa telah merilis album yang bertema kritik sosial dan politis.
Cucu dari pahlawan nasional Dr. Wahidin Sudirohusodo ini juga dikenal sebagai artist rock papan atas di Indonesia. Ia menggabungkan gitar listrik dan perkusi tradisional. Lagu-lagunya banyak menceritakan tentang demokrasi dan lingkungan seperti Orang-Utan dan Anjing Malam. Konsernya selalu menarik perhatian penggemarnya hingga mencapai 300.000 orang.
Seperti halnya rocker di jamannya, ia juga pergi ke Amerika untuk menyaksikan Jimmy Hendrix. Ia menilai permainan gitar Jimmy Hendrix sangat romantis dan mengena di hatinya. Walaupun sibuk dengan usahanya, ia tetap bermain gitar di studionya atau di pengunungan di Jawa Tengah. Bahkan, David Bowie pernah datang ke rumahnya hanya mendengarkan permaianan gitarnya yang sangat indah.
Mochamad Djohansyah alias Sawung Jabo lahir di Surabaya, 4 Mei 1951. Selain digembleng masalah agama, sejak kecil Jabo akrab dengan kehidupan seni tradisi. Ia adalah seniman dan musisi kondang Indonesia yang dikenal dengan keterlibatannya dalam hampir segala bentuk kesenian baik itu bermusik, teater, melukis dan juga tari. Sawung Jabo dikenal dalam konsepnya yang menggabungkan elemen musik Barat dan Timur, khususnya Jawa.
Menginjak remaja, Jabo hijrah ke Jakarta untuk sekolah di STM Poncol. Saat itu ia kian giat bermain musik. Selain itu, ia pun kian giat menyalurkan hobinya: berpetualang menjelajahi hutan dan gunung. Kegemarannya ini menginspirasi sebagian lagu-lagunya, seperti Bromo dan Surat dari Teman di Desa (album Badut) serta Perjalanan Awan (album Kanvas Putih).
Beberapa tahun kemudian Jabo pindah ke Yogyakarta untuk mendalami komposisi dan cello di Akademi Musik Indonesia. Berbekal pendidikan musik formalnya, ia mulai mencipta musik dengan bermacam gaya, mulai dari pop, klasik, hingga avant-garde.
Tahun 1976, bersama kawan-kawannya seperti Innisisri dan isterinya sendiri, Suzan Piper, Jabo mendirikan kelompok Baroque yang kemudian berubah nama menjadi Sirkus Barock. Kelompok ini didirikan di Yogyakarta sebagai realisasi konsepnya mengenai lingkungan kreatif yang multimedia. Oleh karena itu, jangan heran, ketika Sirkus Barock tampil di atas panggung, yang hadir bukan hanya musik tapi juga aneka seni performance.
Pada rentang tahun 1970-1983, Jabo menimba pengalaman hidup di Australia. Saat itu ia sempat menjadi pendukung film The Year of Living Dangerously bersama Mel Gibson. Selain itu, ia pun sempat menyutradarai teater Kisah Perjuangan Suku Naga bersama istrinya di sana.
Sekembalinya dari Australia, Jabo segera memperjuangkan mutu lingkungan kreatif Sirkus Barock. Maka lahirlah empat album mereka, yakni Sirkus Barock, Bukan Debu Jalanan, Kanvas Putih dan Fatamorgana. Dari album-album tersebut, boleh dikatakan Jabo merupakan nyawa dari kelompoknya, baik dalam konsep musik maupun dalam pembuatan melodi dan lirik.