Kantata Barock. Adalah salah satu grup musik besar di Tanah Air, yang terdiri dari Iwan Fals, Setiawan Djody, Sawung Jabo. di dalam lirik-lirik lagu mereka slalu mengandung kritik-kritik sosial.
Inilah Biografi Personil Kantata Barock.
Nama lengkap Virgiawan Listanto. Lahir di Jakarta, 3 September 1961, dan menjadi penyanyi beraliran balada dan country yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia. Ia juga dikenal sebagai ‘wakil rakyat’ yang lantang menyuarakan seruan hati para wong cilik. Sepanjang karirnya selama kurang lebih 20 tahun di dunia musik ia telah terbukti memiliki kelompok penggemar khusus yang dekat dengan kemiskinan, ketidakadilan dan pengangguran. Lagu-lagunya kerap dihubungkan dengan protes-protes sosial seperti pernah terkenal lewat Oemar Bakrie (1981) dan Bento (1991).
Lewat lagu-lagunya, ia pun 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia di akhir tahun 1970-an hingga sekarang, serta kehidupan dunia pada umumnya, dan kehidupan itu sendiri. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Namun demikian, Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya sendiri, tetapi juga lagu dari sejumlah pencipta lain.
Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Tidak heran, ia sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olahraga.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar di seluruh Nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan 'Oi'. Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang, kantor cabang Oi dapat ditemui di setiap penjuru Nusantara, bahkan sampai ke mancanegara.
Nama lengkap penyanyi yang juga pengusaha dan konglomerat ini adalah KPH Salahuddin Setiawan Djody Nur Hadiningrat. Lahir di Solo, 13 Maret 1949 dengan pendidikan dari Universitas Wharton 1974 dan S-2 Filsafat dari Universitas California.
Djody dikenal sebagai musisi kenamaan yang terkenal lewat grup musik SWAMI pada 1989. Tahun 1990, personel SWAMI yakni Iwan Fals, Sawung Jabo, Inisisri, Jockie Suryoprayogo dan Totok Tewel serta WS Rendra dan Kelompok Bengkel Teater membentuk band baru lagi yang bernama Kantata Takwa. Kantata Takwa telah merilis album yang bertema kritik sosial dan politis.
Cucu dari pahlawan nasional Dr. Wahidin Sudirohusodo ini juga dikenal sebagai artist rock papan atas di Indonesia. Ia menggabungkan gitar listrik dan perkusi tradisional. Lagu-lagunya banyak menceritakan tentang demokrasi dan lingkungan seperti Orang-Utan dan Anjing Malam. Konsernya selalu menarik perhatian penggemarnya hingga mencapai 300.000 orang.
Seperti halnya rocker di jamannya, ia juga pergi ke Amerika untuk menyaksikan Jimmy Hendrix. Ia menilai permainan gitar Jimmy Hendrix sangat romantis dan mengena di hatinya. Walaupun sibuk dengan usahanya, ia tetap bermain gitar di studionya atau di pengunungan di Jawa Tengah. Bahkan, David Bowie pernah datang ke rumahnya hanya mendengarkan permaianan gitarnya yang sangat indah.
Sawung Jabo
Mochamad Djohansyah alias Sawung Jabo lahir di Surabaya, 4 Mei 1951. Selain digembleng masalah agama, sejak kecil Jabo akrab dengan kehidupan seni tradisi. Ia adalah seniman dan musisi kondang Indonesia yang dikenal dengan keterlibatannya dalam hampir segala bentuk kesenian baik itu bermusik, teater, melukis dan juga tari. Sawung Jabo dikenal dalam konsepnya yang menggabungkan elemen musik Barat dan Timur, khususnya Jawa.
Menginjak remaja, Jabo hijrah ke Jakarta untuk sekolah di STM Poncol. Saat itu ia kian giat bermain musik. Selain itu, ia pun kian giat menyalurkan hobinya: berpetualang menjelajahi hutan dan gunung. Kegemarannya ini menginspirasi sebagian lagu-lagunya, seperti Bromo dan Surat dari Teman di Desa (album Badut) serta Perjalanan Awan (album Kanvas Putih).
Beberapa tahun kemudian Jabo pindah ke Yogyakarta untuk mendalami komposisi dan cello di Akademi Musik Indonesia. Berbekal pendidikan musik formalnya, ia mulai mencipta musik dengan bermacam gaya, mulai dari pop, klasik, hingga avant-garde.
Tahun 1976, bersama kawan-kawannya seperti Innisisri dan isterinya sendiri, Suzan Piper, Jabo mendirikan kelompok Baroque yang kemudian berubah nama menjadi Sirkus Barock. Kelompok ini didirikan di Yogyakarta sebagai realisasi konsepnya mengenai lingkungan kreatif yang multimedia. Oleh karena itu, jangan heran, ketika Sirkus Barock tampil di atas panggung, yang hadir bukan hanya musik tapi juga aneka seni performance.
Pada rentang tahun 1970-1983, Jabo menimba pengalaman hidup di Australia. Saat itu ia sempat menjadi pendukung film The Year of Living Dangerously bersama Mel Gibson. Selain itu, ia pun sempat menyutradarai teater Kisah Perjuangan Suku Naga bersama istrinya di sana.
Sekembalinya dari Australia, Jabo segera memperjuangkan mutu lingkungan kreatif Sirkus Barock. Maka lahirlah empat album mereka, yakni Sirkus Barock, Bukan Debu Jalanan, Kanvas Putih dan Fatamorgana. Dari album-album tersebut, boleh dikatakan Jabo merupakan nyawa dari kelompoknya, baik dalam konsep musik maupun dalam pembuatan melodi dan lirik.
0 comments:
Post a Comment